5 Cara Untuk Menghindari Diabetes

Diabetes mellitus atau yang lebih dikenal dengan kencing manis adalah penyakit yang tanpa disadari menyerang kita. Banyak sekali kejadian di rumah sakit penyakit diabetes tanpa di sadari oleh penderita,pasien sadar sudah terkena diabetes pada saat di rumah sakit. Oleh karena itu bagi kita yang sudah berumur diatas 35 tahun wajib untuk memeriksakan diri kadar gula kita. Baca selanjutnya ...

Cara Merangsang Otak Anak

Untuk orang tua jangan sampai lewatkan periode emas anak kita,periode emas yang terjadinya 1 kali dalam hidup sangat di sayangkan bila di lewatkan oleh orang tua. Periode emas yang terjadi pada umur 1-3 tahun dimana pada waktu itu anak sedang dalam proses membentuk jati diri. Pembentukan kognisi serta emosi pada periode emas ciptakan fondasi yang hakiki buat anak oleh karena itu sangat di sayangkan seandinya di lewatkan orng tua. Dalam periode emas ini orang tua sangat berperan penting mulai memberikan nutrisi yang lengkap dan seimbang hingga membantu anak mencapai perkembangan mental dan kognisi yang optimal. Baca selanjutnya ...

Asuhan Keperawatan pada pasien Fraktur

Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadi pada tulang tibia dan fibula. Fraktur terjadi jika tulang dikenao stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya. (Brunner and Suddart, 2000) Baca selanjutnya ...

Mengenal Lebih Jauh Tentang Hamil Anggur (Mola Hydatidosa)

Kehamilan anggur atau dalam kata medis di kenal dengan mola hydatidosa adalah tumor yang jinak (benigna) dari chorion yang terjadi pada masa reproduksi. Kehamilan anggur sering terjadi pada wanita umur 45 tahun ke atas namun di rumah sakit besar jarang terjadi terutama di Indonesia kira-kira 1 di antara 80 persalinan. Baca selanjutnya ...

Asuhan Keperawatan pada pasien Tbc

Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis yang hampir seluruh organ tubuh dapat terserang olehnya, tapi yang paling banyak adalah paru-paru (IPD, FK, UI). Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi ( Mansjoer , 1999). Etiologi Tuberculosis Paru adalah Mycobacterium Tuberculosis yang berbentuk batang dan Tahan asam ( Price , 1997 ) Penyebab Tuberculosis adalah M. Tuberculosis bentuk batang panjang 1 – 4 /mm Dengan tebal 0,3 – 0,5 mm. selain itu juga kuman lain yang memberi infeksi yang sama yaitu M. Bovis, M. Kansasii, M. Intracellutare. Baca selanjutnya ...

Asuhan Keperawatan pada pasien Fraktur 2

Senin, 22 Agustus 2011


Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Fraktur

A. DEFINISI
fraktur adalah pemisahan atau robekan pada kontinuitas tulang yang terjadi karena adanya tekanan yang berlebihan pada tulang dan tulang tidak mampu untuk mrnahannya.

B. ETIOLOGI      
Etiologi Fraktur ada dua jenis, yaitu :
1.      Trauma langsung, yaitu : fraktur yang terjadi karena mendapat rudapaksa, misalnya benturan atau pukulan yang mengakibatkan patah tulang.
2.      Trauma tidak langsung, yaitu : bila fraktur terjadi, bagian tulang mendapat rudapaksa dan mengakibatkan fraktur lain disekitar bagian yang mendapat rudapaksa tersebut dan juga karena penyakit primer seperti osteoporosis dan osteosarkoma.
 
Dari etiologi yang dapat menyebabkan fraktur diatas, fraktur dibagi menjadoi dua yaitu fraktur tertutup dan frkatur terbuka. Pada fraktur tertutup akan terjadi kerusakan pada kanalis havers dan jaringan lunak diarea fraktur, akibat kerusakan jaringan tersebut akan terbentuk bekuan darah dan benang-benang fibrin serta hematoma yang akan membentuk jaringan nekrosis. Maka terjadilah respon informasi informasi fibroblast dan kapiler-kapiler baru tumbuh dan membentuk jaringan granulasi. Pada bagian ujung periosteum-periosteum, endeosteum dan sumsum tulang akan mensuplai osteoblast, kemudian osteoblast berproliferasi membentuk fibrokartilago, kartilago hialin dan jaringan penunjang fibrosa. Selanjutnya akan dibentuk fiber-fiber kartilago dan matriks tulang yang menghubungkan dua sisi fragmen tulang yang rusak, sehingga terjadi osteogenesis dengan cepat sampai terbentuknya jaringan granulasi.
Sedangkan pada fraktur terbuka terjadi robekan pada kulit dan pembuluh darah, maka terjadilah perdarahan, darah akan banyak keluar dari ekstra vaskuler dan terjadilah syok hipovolemik, yang ditandai dengan penurunan tekanan darah atau hipotensi syok hipovolemik juga dapt menyebabkan cardiac output menurun dan terjadilah hipoksia. Karena hipoksia inilah respon tubuh akan membentuk metabolisme an aerob adalah asam laktat, maka bila terjadi metabolisme an aerob maka asam laktat dalam tubuh akan meningkat.

D. KLASIFIKASI FRAKTUR
Fraktur di klasifikasikan sebagai berikut :
1)      Fraktur tertutup
Merupakan fraktur tanpa komplikasi dengan kulit tetap utuh disekitar fraktur tidak menonjol keluar dari kulit.
2)      Fraktur terbuka
Pada tipe ini, terdapat kerusakan kulit sekitar fraktur, luka tersebut menghubungkan bagian luar kulit. Pada fraktur terbuka biasanya potensial untuk terjadinya infeksi, luka terbuka ini dibagi menurut gradenya.
Grade I         : luka bersih, kurang dari 1 Cm.
Grade II       :  luka lebih luas disertai luka memar pada kulit dan otot.
Grade III  : paling parah dengan perluasan kerusakan jaringan lunak    terjadi pula kerusakan pada pembuluh darah dan syaraf.
3)      Fraktur komplit
Pada fraktur ini garis fraktur menonjol atau melingkari tulang periosteum terganggu sepenuhnya.
4)      Fraktur inkomplit
Garis fraktur memanjang ditengah tulang, pada keadaan ini tulang tidak terganggu sepenuhnya.
5)      Fraktur displaced
Fragmen tulang terpisah dari garis fraktur.
6)      Fraktur Comminuted
Fraktur yang terjadi lebih dari satu garis fraktur, dan fragmen tulang hancur menjadi beberapa bagian (remuk).
7)      Fraktur impacted atau fraktur compressi
Tulang saling tindih satu dengan yang lainnya.
8)      Fraktur Patologis
Fraktur yang terjadi karena gangguan pada tulang serta osteoporosis atau tumor.
9)      Fraktur greenstick
Pada fraktur ini sisi tulang fraktur dan sisi tulang lain bengkak.

b.      Proses Penyembuhan Tulang
1)      Fase formasi hematon (sampai hari ke-5)
Pada fase ini area fraktur akan mengalami kerusakan pada kanalis havers dan jaringan lunak, pada 24 jam pertama akan membentuk bekuan darah dan fibrin yang masuk ke area fraktur sehingga suplai darah ke area fraktur meningkat, kemudian akan membentuk hematoma sampai berkembang menjadi jaringan granulasi.
2)      Fase proliferasi (hari ke-12)
Akibat dari hematoma pada respon inflamasi fibioflast dan kapiler-kapiler baru tumbuh membentuk jaringan granulasi dan osteoblast berproliferasi membentuk fibrokartilago, kartilago hialin dan jaringan penunjang fibrosa, akan selanjutnya terbentuk fiber-fiber kartilago dan matriks tulang yang menghubungkan dua sisi fragmen tulang yang rusak sehingga terjadi osteogenesis dengan cepat.
3)      Fase formasi kalius (6-10 hari, setelah cidera)
Pada fase ini akan membentuk pra prakulius dimana jumlah prakalius nakan membesar tetapi masih bersifat lemah, prakulius akan mencapai ukuran maksimal pada hari ke-14 sampai dengan hari ke-21 setelah cidera.
4)      Fase formasi kalius (sampai dengan minggu ke-12)
Pada fase ini prakalius mengalami pemadatan (ossificasi) sehingga terbentuk kalius-kalius eksterna, interna dan intermedialis selain itu osteoblast terus diproduksi untuk pembentukan kalius ossificasi ini berlangsung selama 2-3 minggu. Pada minggu ke-3 sampai ke-10 kalius akan menutupi tulang.
5)      Fase konsolidasi (6-8 Bulan) dan remoding (6-12 bulan)
Pengkokohan atau persatuan tulang proporsional tulang ini akan menjalani transformasi metaplastik untuk menjadi lebih kuat dan lebih terorganisasi. Kalius tulang akan mengalami remodering dimanaosteoblast akan membentuk tulang baru, sementara osteoklast akan menyingkirkan bagian yang rusak sehingga akhirnya akan terbentuk tulang yang menyeruapai keadaan tulang yang aslinya.

D.  TANDA DAN GEJALA
  1. Nyeri tekan : karena adanya kerusakan syaraf dan pembuluh darah.
  2. Bengkak dikarenakan tidak lancarnya aliran darah ke jaringan.
  3. Krepitus yaitu rasa gemetar ketika ujung tulang bergeser.
  4. Deformitas yaitu perubahan bentuk, pergerakan tulang jadi memendek karena kuatnya tarikan otot-otot ekstremitas yang menarik patahan tulang.
  5. Gerakan abnormal, disebabkan karena bagian gerakan menjadi tidak normal disebabkan tidak tetapnya tulang karena fraktur.
  6. Fungsiolaesa/paralysis karena rusaknya syaraf serta pembuluh darah.
  7. Memar karena perdarahan subkutan.
  8. Spasme otot pada daerah luka atau fraktur terjadi kontraksi pada otot-otot involunter.
  9. Gangguan sensasi (mati rasa) dapat terjadi karena kerusakan syaraf atau tertekan oleh cedera, perdarahan atau fragmen tulang.

E.     KOMPLIKASI
q  Malunion : Fraktur sembuh dengan deformitas (angulasi, perpendekan/rotasi)
q  Delayed union : Fraktur sembuh dalam jangka waktu yang lebih dari normal.
q  Nonunion : Fraktur yang tidak menyambung yang juga disebut pseudoarthritis, nonunion yaitu terjadi karena penyambungan yang tidak tepat, tulang gagal bersambung kembali.

F. PENATALAKSANAAN
a.       Medis
1)      Traksi
Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada ekstreminasi klien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu tarikan tulang yang patah. Kegunaan traksi adalah antara lain mengurangi patah tulang, mempertahankan fragmen tulang pada posisi yang sebenarnya selama penyembuhan, memobilisasikan tubuh bagian jaringan lunak, memperbaiki deformitas.
Jenis traksi ada dua macam yaitu : Traksi kulit, biasanya menggunakan plester perekat sepanjang ekstremitas yang kemudian dibalut, ujung plester dihubungkan dengan tali untuk ditarik. Penarikan biasanya menggunakan katrol dan beban. Traksi skelet, biasanya dengan menggunakan pin Steinman/kawat kirshner yang lebih halus, biasanya disebut kawat k yang ditusukan pada tulang kemudian pin tersebut ditarik dengan tali, katrol dan beban.
2)      Reduksi
Reduksi merupakan proses manipulasi pada tulang yang fraktur untuk memperbaiki kesejajaran dan mengurangi penekanan serta merenggangkan saraf dan pembuluh darah.
Jenis reduksi ada dua macam, yaitu : Reduksi tertutup, merupakan metode untuk mensejajarkan fraktur atau meluruskan fraktur, dan Reduksi terbuka, pada reduksi ini insisi dilakukan dan fraktur diluruskan selama pembedahan dibawah pengawasan langsung. Pada saat pembedahan, berbagai alat fiksasi internal digunakan pada tulang yang fraktur.

b.      Fisiotherapi
Alat untuk reimobilisasi mencakup exercise terapeutik, ROM aktif dan pasif. ROM pasif mencegah kontraktur pada sendi dan mempertahankan ROM normal pada sendi. ROM dapat dilakukan oleh therapist, perawat atau mesin CPM (continous pasive motion).
ROM aktif untuk meningkatkan kekuatan otot.

G.  ASUHAN KEPERAWATAN
1.      Pengkajian
Data demografi : identitas klien
Riwayat kesehatan sekarang : kejadian yang mengalami cidera.
Riwayat kesehatan masa lalu : riwayat penyakit DM, TB, arthritis, osteomielitis, dan lain-lain.
Riwayat imunisasi : Polio, Tetanus.
Aktivitas/istirahat : keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena, deformitas, pembengkakan jaringan, nyeri.
Sirkulasi : peningkatan tekanan darah (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri/ansietas).
Penurunan tekanan darah sebagai respon dari perdarahan.
Takikardi sebagai respon dari stress dan hipovolemia.
Pengisian kapiler lambat, sianosis, edema, denyut nadi distal lambat.
Neurosensori : hilang sensasi, spasme otot, kesemutan, kelemahan, nyeri.
Integumen, laserasi, perdarahan edema, perubahan warna kulit.
Sistem otot : kekuatan gerak koordinasi.
Pemeriksaan diagnostic.
Pemeriksaan ronthgen menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma.
Scan tulang, tomogram, scan ct, MRI : memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
Arteriogram  : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
Hitung darah lengkap : HT, mungkin meningkat (hemoton sentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple). Peningkatan leukosit adalah respon stress normal setelah trauma.
2.      Diagnosa Keperawatan
Rumusan diagnosa keperawatan pada klien dengan fraktur multiple menurut doengoes adalah : Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan trauma jalan nafas, resiko gangguan nutrisi tulang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologi (perubahan structual), nyeri berhubungan dengan spasme otot, edema, cidera jaringan lunak, gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuscular, resiko tinggi gangguan integritas kulit berhubungan dengan cidera tusuk fraktur terbuka, bedah perbaikan, pemasangan traksipen, kawat dan sekrup, kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan pemasangan kawat dirahang, resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak ada kuatnya pertahanan primer. Anxietas berhubungan dengan krisi situasi, kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan, berhubungan dengan kurang informasi.
3.      Perencanaan
Berdasarkan diagnosa keperawtan secara teoritis, maka rumusan perencanaan keperawatan pada klien dengan gangguan sytem musculo skeletal fraktur adalah sebagai berikut.
a.      Diagnosa Pertama
(tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan trauma jalan nafas). Tujuan yang ingin dicapai adalah bersihan jalan nafas efektif. Intervensi : yang akan dilakukan adlah, tinggikan tempat tidur30 derajat, observasi frekuensi/irama pernafasan, observasi adanya batuk, wheezing dan edema, observasi tanda-tanda vital. Auskultasi bunyi nafas, ajarkan tekhnik nafas dalam, ubah posisi secara periodic, berikan minum2-3 liter/hari dam kolaborasi dalam pemberian oksigen.
b.      Diagnosa Kedua
(resiko  tinggi trauma berhubungan denganhilangnya integritas tulang/fraktur). Tujuan yang akan dicapai adalah klien terhindar dari trauma. Intervensi yang akan dilakukan adalah pertahanan traksi baring sesuai indikasi letakan papan dibawah tempat tidurortopedik, pertahanan posisi netral pada bagian, fraktur dengan bantal, anjurkan klien menghindari untuk beban yang berat, kolaborasi dengan tim medis lain, rinthgen.
c.       Diagnosa Ketiga
(resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pemasangan kawat di rahang). Tujuan yang akan dicapai adalah gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi. Intervensi yang akan dilakukan adalah, timbang berat badan setiap hari, berikan air minum hangat bila mual, anjurkan klien bersandar bila makan atau minum, anjurkan makan dengan sedotan berikan makan sedikit tapi sering dengan konsistensi yang sesuai, hindari suhu extreme. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet.
d.      Diagnosa keempat
(gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot). Tujuan yang akan dicapai adalah nyeri berkurang. Intervensi yang akan dilakukan adalah kaji karakteritik nyeri, lokasi dan intensitas (skala 0-10). Perrtahankan mobilisasi tirah baring, tinggikan bagian ekstremitas yang nyeri, beri kompres dingin, observasi tanda-tanda vital (TD,N,S,RR). Ajarkan tekhnik relaksasi, kolaborasi dengan dokter dalampemberian therapy analgetik.
e.       Diagnosa kelima
(Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan kerangka neuromuskuler). Tujuan yang akan dicapai adalah klien mampu bermobilisasi secara bertahap. Intervensi yang akan dilakukan adalah kaji tingkat mobilitas klien, bantu klien dalam mobilisasi, ukur TD setelah aktivitas, bantu klien dalam gerakan pada ekstremitas yang sakit dan tidak sakit, anjurkan klien untuk gerakan pada ekstremitas yang tidak nyeri, kolaborasi dengan tim medis lain : fisiotherapy.
f.       Diagnosa keenam
(resiko tinggi integritas kulit berhubungan dengan cidera tusuk fraktur terbuka, bedah perbaikan, pemasangan traksi pen, kawat dan sekrup). Tujuan yang akan dicapai adalah gangguan integritas kulit teratasi. Intervensi yang akan dilakukan adalah kaji keadaan luka (adanya tanda-tanda infeksi). Pertahankan tempat tidur kering dan bebas dari kerutan, rubah posisi akan setiap 2 jam sekali, lakukan perawatan luka, observasi daerah yang terpasang balutan, libatkan keluarga dalam perawatan luka.
g.      Diagnosa ketujuh
(Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan pemasangan kawat pada rahang). Tujuan yang akan dicapai adalah klien dapat berkomunikasi, dengan baik. Intervensi yang akan dilakukan adalah : tentukan luasnya ketidak mampuan berkomunikasi, berikan pilihan cara berkomunikasi, validasi upaya arti komunikasi, antisipasi kebutuhan, tempatkan catatan didekat klien.
h.      Diagnosa kedelapan
(resiko tiggi infeksi berhubungan dengan tidak ada kuatnya pertahan primer). Tujuan yang akan dicapai adalah infeksi tidak terjadi. Intervensi yang akan dilakukan adalah kaji kulit apakah terdapat iritasi atau robekan kontinuitas jaringan observasi tanda-tanda vital, terutama suhu, observasi tanda-tanda infeksi, lakukan perawatan luka secara septic dan antiseptic, kaji balutan luka kolaborasi dengan tim medis lain : laboratorium dalam pemeriksaan darah (LED dan leukosit), kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotic.
i.        Diagnosa kesembilan
(Anxietas berhubungan dengan krisis situasi). Tujuan yang akan dicapai adalah klien tidak cemas lagi. Intervensi yang akan dilakukan adalah diskusikan tindakan keamanan, bantu mengekspresikan ketakutan, bantu untuk mengakui kenyataan, termasuk marah, beri penjelasan tentang peubahan wajah, berikan cermin bila pasien menghendaki, ajarkan tekhnik manajemen stress.
j.        Diagnosa kesepuluh
(Kurang pegetahuan tentang kondisi prognosis dan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi). Tujuan yang akan dicapai adalah pengetahuan klien akan bertambah. Intervensi yang akan dilakukan adalah kaji sejauh mana tingkat pengetahuan klien tentang penyakitnya, beri pendidikan kesehatan tentang penyakitnya, beri reinfoercement positif jika klien menjawab dengan cepat, pilih berbagai strategi belajar seperti : tekhnik ceramah, tanya jawab dan demonstrasikan dan tanyakan apa yang tidak diketahui klien.


4.      Evaluasi
Berdasarkan implementasi yang dilakukan, maka evaluasi yang diharapkan adalah bersihan jalan nafas efektif, trauma tidak terjadi, gangguan nutrisi teratasi, nyeri teratasi, gangguan mobilitas fisik teratasi, gangguan integritas kulit teratasi, kerusakan komunikasi verbal teratasi, infeksi tidak terjadi, klien tidak cemas dan kurang pengetahuan teratasi. 

Kondisi Asi Pada Saat Puasa


Bagaimana Keadaan Asi Ibu Saat Puasa




Puasa sudah datang kita sebagai orang muslim dan muslimat tentu senang menyambutnya,namun bagi wanita hamil dan menyusui kesenangan itu sedikit berkurang karena khawatir akan mempengaruhi kesehatan janin atau bayi karena berkurangnya asupan nutrisi saat berpuasa.
Memang tidak dapat di pungkiri kalau berpuasa kurang lebih 2-3 % cairan dalam tubuh berkurang. Dalam hal ini otak kita bekerja secara otomatis mengatur agar pengeluaran cairan dalam tubuh seimbang baik melalui keringat ataupun kencing.
Walaupun ibu tidak makan selama 14 jam,komposisi ASI-nya tidak akn berubah kulitasnya dibandingkan saat tidak berpuasa. Hal ini karena tubuh melakukan mekanisme kompensasi dengan mengambil cadangan zat-zat gizi dari smpanan ibu. Pada saat berbuka tubuh juga secara otomatis mengganti cadangan makanan yang sudah habis. Dengan kata lain asupan nutrisi atau kualitas ASI untun bayi atau janin tergantung seberapa banyak gizi yang terkandung dalam asupan makanan dan kondisi ibu.
Bagi ibu menyususi dengan bayi di atas 6 bulan sangat memungkinkan melaksanakan puasa karena bayi sudah memperoleh MPASI (Makanan Pendamping ASI). Sehingga jika terjadi penurunan produksi ASI maka kebutuhan nutrisi dan gizi dapat terpenuhi melalui tambahan asupan makanan.
Sedangkan untuk ibu yang mempunyai bayi antara umur 0-6 bulan mungkin sebaiknya untuk berpuasa perlu di pertimbangkan masak-masak. Hal ini di karenakan bayi pada usia 0-6 bulan masih membutuhkan ASI eksklusif dan bayi masih tergantung pada ASI tersebut. Sehingga jangan sampai puasa ibu mengganggu kualitas dan kuantitas dari ASI.
Bila ibu memaksakan untuk berpuasa ada beberapa hal yang akan terjadi,diantaranya :
1.      Ibu akan merasa lemas dan rasa lapar yang berlebihan
2.      Produksi ASI juga rentan menurun sehingga bayi terkesan tidak pernah kenyang
3.      Untuk jangka panjang di mungkinkan bayi akan mengalami ganguan tumbuh kembang akibat asupa ASI yang kurang.
Oleh karena itu untuk ibu yang mempunyai bayi umur 0-6 blan tidak di anjurkan berpuasa.

Mengenal Lebih Jauh Tentang Hamil Anggur ( Mola Hydatidosa )

Sabtu, 06 Agustus 2011



Mengenal Lebih Jauh Tentang Hamil Anggur (Mola Hydatidosa)




PENGERTIAN :
Kehamilan anggur atau dalam kata medis di kenal dengan mola hydatidosa adalah tumor yang jinak (benigna) dari chorion yang terjadi pada masa reproduksi. Kehamilan anggur sering terjadi pada wanita umur 45 tahun ke atas amun di rumah sakit besar jarang terjadi terutama di Indonesia kira-kira 1 di antara 80 persalinan.
GEJALA :
a.     Perdarahan ,perdarahan kadang sedikit kadang juga banyak. Hal ini yang membuat penderita anemia.
b.     Rahim lebih besar dari pada usia kehamilan.
c.      Hyperemesis(muntah berlebihan) lebih sering tarjadi.
d.     Kadang terjadi pre eklampsi atau bahkan elkampsi,eklampsi pada hamil anggur biasanya terjadi pada minggu ke-24.
e.     Tidak ada tanda-tanda adanya janin.
PROGNOSA :
Pada hamil anggur sering terjadi kematian,hal ini di sebabkan karena:
a.     Perdarahan yang tidak segera di atasi
b.     Perforasi/terjadi pengrusakan pada rahim,dalam beberapa kasus hamil anggr kadang terjadi perforasi/pengrusakan pada rahim
c.      Taerjadinya infeksi
d.     Mola yang sudah menjadi kanker.

PENGOBATAN :
Karena bahayanya hamil anggur/mola hidatydosa maka disarankan secepat mungkin dilakukan tindakan. Di dunia medis dikenal 2 terapi,diantaranya :
1.     Pengguguran dengan cara curetlage dari mola atau dilakukan hysterektomi.
2.     Follow-up untuk mengawasi gejala-gejala adanya karsinoma/kanker.

Tips Perawatan Pada Ibu Dengan Kehamilan Kembar


Tips Perawatan Pada Ibu Dengan Kehamilan Kembar


Sebagian orang mungkin bingung dengan perawatan ibu hamil kembar,berikut saya tampilkan beberapa tips yang mungkin mengurangi kebingungan ibu hamil. Semoga hal ini bermanfaat.



Tips perawatan ibu hamil kembar :
1.      Mengingat kemungkinan terjadinya partus prematurus/kelahiran premature maka dianjurkansupaya ibu hamil kembar berhenti bekerja pada minggu ke-28.
2.      Jangan melakukan perjalanan jauh.
3.      Istirahat yang cukup dan usahakan tidak berhubungan dengan suami pada 3 bulan terakhir.
4.      Mengingat kemungkinan tarjadinya toxomia gravidarium/keracunan dalam kehamilan maka dianjurkan makanan harus di perhatikandan dianjurkan makanan yang hanya sedikit mengandung garam.
5.      Untuk menghindarkan anemia secara rutin kosumsi banyak sayur hijau.

Asuhan Keperawatan pada anak dengan kejang demam

Rabu, 03 Agustus 2011


Asuhan Keperawatan Pada Aanak Dengan Kejang Demam



Pengertian
Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium (Ngastiyah, 1997:229).

       Etiologi
Bangkitan kejang pada bayi dan anak disebabkan oleh kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan syaraf pusat misalnya : tonsilitis ostitis media akut, bronchitis, dll

     Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
1      Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
2      Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya
3      Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.

       Prognosa
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat prognosisnya baik dan tidak perlu menyebabkan kematian, resiko seorang anak sesudah menderita kejang demam tergantung faktor :
1       Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga
2       Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang
3       Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, di kemudian hari akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13 %, dibanding bila hanya terdapat satu atau tidak sama sekali faktor tersebut, serangan kejang tanpa demam 2%-3% saja (“Consensus Statement on Febrile Seizures 1981”).

     Manifestasi Klinik
Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun sejenak tapi setelah beberapa detik atau menit anak akan sadar tanpa ada kelainan saraf.
Di Subbagian Anak FKUI RSCM Jakarta, kriteria Livingstone dipakai sebagai pedoman membuat diagnosis kejang demam sederhana, yaitu :
 1    Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun
2    Kejang berlangsung tidak lebih dari 15 menit
3    Kejang bersifat umum
4    Kejang timbul dalam 16 jam pertamam setelah timbulnya demam
5    Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
6    Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya satu minggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan
7    Frekuensi kejang bangkitan dalam satu tahun tidak melebihi empat kali 

Asuhan keperawatan

Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistemik untuk mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut. (Santosa. NI, 1989, 154)
Langkah-langkah dalam pengkajian meliputi pengumpulan data, analisa dan sintesa data serta perumusan diagnosa keperawatan. Pengumpulan data akan menentukan kebutuhan dan masalah kesehatan atau keperawatan yang meliputi kebutuhan fisik, psikososial dan lingkungan pasien. Sumber data didapatkan dari pasien, keluarga, teman, team kesehatan lain, catatan pasien dan hasil pemeriksaan laboratorium. Metode pengumpulan data melalui observasi (yaitu dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi), wawancara (yaitu berupa percakapan untuk memperoleh data yang diperlukan), catatan (berupa catatan klinik, dokumen yang baru maupun yang lama), literatur (mencakup semua materi, buku-buku, masalah dan surat kabar).
Pengumpulan data pada kasus kejang demam ini meliputi :

1   Data subyektif
1.      Biodata/Identitas
Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.
Biodata orang tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.
2.      Riwayat Penyakit (Darto Suharso, 2000)
Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan :
Apakah betul ada kejang ?
Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar dianjurkan menirukan gerakan kejang si anak
Apakah disertai demam ?
Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, maka diketahui apakah infeksi infeksi memegang peranan dalam terjadinya bangkitan kejang. Jarak antara timbulnya kejang dengan demam..
Lama serangan
Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu berlangsung lama. Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui kemungkinan respon terhadap prognosa dan pengobatan.
Pola serangan
Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola serangan apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik ?
Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran seperti epilepsi mioklonik ?
Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai gangguan kesadaran seperti epilepsi akinetik ?
Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi sementara tangan naik sepanjang kepala, seperti pada spasme infantile ?
Pada kejang demam sederhana kejang ini bersifat umum.
Frekuensi serangan
Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang terjadi untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per tahun. Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul pertama kali pada umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.
Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan
Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura atau rangsangan tertentu yang dapat menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan lain-lain. Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang perlu ditanyakan apakah penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada paralise, menangis dan sebagainya ?

Riwayat penyakit sekarang yang menyertai
Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain.
3.      Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk pertama kali ?
Apakah ada riwayat trauma kepala, radang selaput otak, KP, OMA dan lain-lain.
4.      Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah mengalami infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan per vaginam sewaktu hamil, penggunaan obat-obatan maupun jamu selama hamil. Riwayat persalinan ditanyakan apakah sukar, spontan atau dengan tindakan ( forcep/vakum ), perdarahan ante partum, asfiksi dan lain-lain. Keadaan selama neonatal apakah bayi panas, diare, muntah, tidak mau menetek, dan kejang-kejang.
5.      Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya setelah mendapat imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang dapat menimbulkan kejang.
6.      Riwayat Perkembangan
Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi :
Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial) : berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya.
Gerakan motorik halus : berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil dan memerlukan koordinasi yang cermat, misalnya menggambar, memegang suatu benda, dan lain-lain.
Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.
Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan.
7.      Riwayat kesehatan keluarga.
Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+ 25 % penderita kejang demam mempunyai faktor turunan). Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit syaraf atau lainnya ? Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ISPA, diare atau penyakit infeksi menular yang dapat mencetuskan terjadinya kejang demam.
8.      Riwayat sosial
Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu dikaji siapakah yanh mengasuh anak ?
Bagaimana hubungan dengan anggota keluarga dan teman sebayanya ?
9.      Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan
Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana ?
Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi :
Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat
Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan medis ?
Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang sakit, penggunaan obat-obatan pertolongan pertama.
Pola nutrisi
Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak. Ditanyakan bagaimana kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh anak ?
Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak ? Bagaimana selera makan anak ? Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari ?
Pola Eliminasi :
BAK   : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah ? Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat anak kencing.
BAB   : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak ? Bagaimana konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir ?

Pola aktivitas dan latihan
Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman sebayanya ? Berkumpul dengan keluarga sehari berapa jam ? Aktivitas apa yang disukai ?
Pola tidur/istirahat
Berapa jam sehari tidur ? Berangkat tidur jam berapa ? Bangun tidur jam berapa ? Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang ?

2   Data Obyektif
1.      Pemeriksaan Umum (Corry S, 2000 hal : 36)
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan neurologi.
2.      Pemeriksaan Fisik
Kepala
Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali? Adakah dispersi bentuk kepala? Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau belum ?.
Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien.
Muka/ Wajah.
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis tertinggal bila anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke sisi sehat. Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada gangguan nervus cranial ?
Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?
Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran.
Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan napas ? Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya ?
Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana keadaan lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada caries gigi ?
Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda infeksi faring, cairan eksudat ?
Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ? Adakah pembesaran vena jugulans ?
Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi
Intercostale ? Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan ?
Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ? Adakah bunyi tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia ?
Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ? Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus ? Adakah tanda meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar ?
Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah terdapat oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan turgor kulit ?
Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang? Bagaimana suhunya pada daerah akral ?
Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina, tanda-tanda infeksi ?

3 Pemeriksaan Penunjang
Tergantung sarana yang tersedia dimana pasien dirawat, pemeriksaannya meliputi :
1.      Darah
Glukosa Darah       :  Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang  (N < 200 mq/dl)
BUN                      :  Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
Elektrolit                :  K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
2.         Cairan Cerebo Spinal    :    Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi, pendarahan penyebab kejang.
3.         Skull Ray                      :    Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
4.         Tansiluminasi                :    Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi kepala.
5.         EEG                              :    Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya normal.
6.         CT Scan                        :    Untuk mengidentifikasi lesi cerebral infaik hematoma, cerebral oedem, trauma, abses, tumor dengan atau tanpa kontras.

    Analisa dan Sintesa Data
Analisa data merupakan proses intelektual yang meliputi kegiatan mentabulasi, menyeleksi, mengelompokkan, mengaitkan data, menentukan kesenjangan informasi, melihat pola data, membandingakan dengan standar, menginterpretasi dan akhirnya membuat kesimpulan. Hasil analisa data adalah pernyataan masalah keperawatan atau yang disebut diagnosa keperawatan.  

     Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat, dan pasti tentang masalah pasien/klien serta penyebabnya yang dapat dipecahkan atau diubah melalui tindakan keperawatan.
Diagnosa keperawatan yang muncul adalah :
1   Potensial terjadinya kejang ulang berhubungan dengan hiperthermi.
2   Potensial terjadinya trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot
3   Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hiperthermi yang ditandai :
1.         Suhu meningkat
2.         Anak tampak rewel
4   Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan keterbatasan informasi yang ditandai : keluarga sering bertanya tentang penyakit anaknya.

       Perencanaan
Perencanaan merupakan keputusan awal tentang apa yang akan dilakukan, bagaimana, kapan itu dilakukan, dan siapa yang akan melakukan kegiatan tersebut. Rencana keperawatan yang memberikan arah pada kegiatan keperawatan. (Santosa. NI, 1989;160)
1  Diagnosa Keperawatan : potensial terjadi kejang ulang berhubungan dengan hipertermi
Tujuan          :  Klien tidak mengalami kejang selama berhubungan dengan hiperthermi
Kriteria hasil   :           
1.         Tidak terjadi serangan kejang ulang.
2.         Suhu 36,5 – 37,5 º C (bayi), 36 – 37,5 º C (anak)
3.         Nadi 110 – 120 x/menit (bayi)
100-110 x/menit (anak)
4.         Respirasi 30 – 40 x/menit (bayi)
                  24 – 28 x/menit (anak)
5.         Kesadaran composmentis
Rencana Tindakan :
1.         Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap keringat.
Rasional     : proses konveksi akan terhalang oleh pakaian yang ketat dan tidak menyerap keringat.
2.         Berikan kompres dingin
Rasional       : perpindahan panas secara konduksi
3.         Berikan ekstra cairan (susu, sari buah, dll)
Rasional       : saat demam kebutuhan akan cairan tubuh meningkat.
4.         Observasi kejang  dan tanda vital tiap 4 jam
Rasional       : Pemantauan yang teratur menentukan tindakan yang akan dilakukan.
5.         Batasi aktivitas selama anak panas
Rasional       : aktivitas dapat meningkatkan metabolisme dan meningkatkan panas.
6.         Berikan anti piretika dan pengobatan sesuai advis.
Rasional       : Menurunkan panas pada pusat hipotalamus dan sebagai propilaksis
2  Diagnosa Keperawatan : potensial terjadi trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot
Tujuan             : Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
Kriteria Hasil  :
1.         Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
2.         Mempertahankan tindakan yang mengontrol aktivitas kejang.
3.         Mengidentifikasi tindakan yang harus diberikan ketika terjadi kejang.
Rencana Tindakan :
1.         Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan penggunaan tempat tidur yang rendah.
Rasional  : meminimalkan injuri saat kejang
2.         Tinggalah bersama klien selama fase kejang..
Rasional   : meningkatkan keamanan klien.
3.         Berikan tongue spatel diantara gigi atas dan bawah.
Rasional   : menurunkan resiko trauma pada mulut.
4.         Letakkan klien di tempat yang lembut.
Rasional : membantu menurunkan resiko injuri fisik pada ekstimitas ketika kontrol otot volunter berkurang.
5.         Catat tipe kejang (lokasi,lama) dan frekuensi kejang.
Rasional :  membantu menurunkan lokasi area cerebral yang terganggu.
6.         Catat tanda-tanda vital sesudah fase kejang
Rasional   : mendeteksi secara dini keadaan yang abnormal
3  Diagnosa Keperawatan / Masalah : Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hiperthermi.
Tujuan               :  Rasa nyaman terpenuhi
Kriteria hasil     :  Suhu tubuh 36 – 37,5º C, N ; 100 – 110 x/menit,
                             RR : 24 – 28 x/menit, Kesadaran composmentis, anak tidak rewel.
Rencana Tindakan :
1.   Kaji faktor – faktor terjadinya hiperthermi.
      Rasional          : mengetahui penyebab terjadinya hiperthermi karena penambahan pakaian/selimut dapat menghambat penurunan suhu tubuh.
2.   Observasi tanda – tanda vital tiap 4 jam sekali
      Rasional          : Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan keperawatan yang selanjutnya.
3.   Pertahankan suhu tubuh normal
      Rasional          : suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh tingkat aktivitas, suhu lingkungan, kelembaban tinggiakan mempengaruhi panas atau dinginnya tubuh.
4.   Ajarkan pada keluarga memberikan kompres dingin pada kepala / ketiak .
      Rasional          : proses konduksi/perpindahan panas dengan suatu bahan perantara.
5.   Anjurkan untuk menggunakan baju tipis dan terbuat dari kain katun
      Rasional          : proses hilangnya panas akan terhalangi oleh pakaian tebal dan tidak dapat menyerap keringat.
6.   Atur sirkulasi udara ruangan.
      Rasional          : Penyediaan udara bersih.
7.      Beri ekstra cairan dengan menganjurkan pasien banyak minum
      Rasional          : Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat.
8.      Batasi aktivitas fisik
      Rasional          : aktivitas meningkatkan metabolismedan meningkatkan panas.

4  Diagnosa Keperawatan / Masalah : Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan keterbataaan informasi
Tujuan             : Pengetahuan keluarga bertambah tentang penyakit anaknya.
Kriteria hasil   :
1.         Keluarga tidak sering bertanya tentang  penyakit anaknya.
2.         Keluarga mampu diikutsertakan dalam proses keperawatan.
3.         keluarga mentaati setiap proses keperawatan.
Rencana Tindakan :
1.         Kaji tingkat pengetahuan keluarga
Rasional  : Mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiliki keluarga dan kebenaran informasi yang didapat.
2.         Beri penjelasan kepada keluarga sebab dan akibat kejang demam
Rasional  : penjelasan tentang kondisi yang dialami dapat membantu menambah wawasan keluarga
3.         Jelaskan setiap tindakan perawatan yang akan dilakukan.
Rasional  : agar keluarga mengetahui tujuan setiap tindakan perawatan
4.         Berikan Health Education tentang cara menolong anak kejang dan mencegah kejang demam, antara lain :
1.        Jangan panik saat kejang
2.        Baringkan anak ditempat rata dan lembut.
3.        Kepala dimiringkan.
4.        Pasang gagang sendok yang telah dibungkus kain yang basah, lalu dimasukkan ke mulut.
5.        Setelah kejang berhenti dan pasien sadar segera minumkan obat tunggu sampai keadaan tenang.
6.        Jika suhu tinggi saat kejang lakukan kompres dingin dan beri banyak minum
7.        Segera bawa ke rumah sakit bila kejang lama.
Rasional      : sebagai upaya alih informasi dan mendidik keluarga agar mandiri dalam mengatasi masalah kesehatan.
5.         Berikan Health Education agar selalu sedia obat penurun panas, bila anak panas.
Rasional       : mencegah peningkatan suhu lebih tinggi dan serangan kejang ulang.
6.         Jika anak sembuh, jaga agar anak tidak terkena penyakit infeksi dengan menghindari orang atau teman yang menderita penyakit menular sehingga tidak mencetuskan kenaikan suhu.
Rasional       : sebagai upaya preventif serangan ulang
7.         Beritahukan keluarga jika anak akan mendapatkan imunisasi agar memberitahukan kepada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah menderita kejang demam.
Rasional       : imunisasi pertusis memberikan reaksi panas yang dapat menyebabkan kejang demam


DAFTAR  PUSTAKA

Lumbantobing SM, 1989, Penatalaksanaan Mutakhir Kejang Pada Anak, Gaya Baru, Jakarta.

Lynda Juall C, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Penerjemah Monica Ester, EGC, Jakarta.

Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I Made, EGC, Jakarta.

Matondang, Corry S, 2000, Diagnosis Fisis Pada Anak, Edisi ke 2, PT. Sagung Seto: Jakarta.

Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta.

Rendle John, 1994, Ikhtisar Penyakit Anak, Edisi ke 6, Binapura Aksara, Jakarta.

Santosa NI, 1989, Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan), Depkes RI, Jakarta.

Santosa NI, 1993, Asuhan Kesehatan Dalam Konteks Keluarga, Depkes RI, Jakarta.

Soetjiningsih, 1995, Tumbuh Kembang Anak, EGC, Jakarta.

Suharso Darto, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, F.K. Universitas Airlangga, Surabaya.

Sumijati M.E, dkk, 2000, Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang Lazim Terjadi Pada Anak, PERKANI : Surabaya.

Wahidiyat Iskandar, 1985, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 2, Info Medika,  Jakarta.



  

 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Copyright 2010 Deddy's file. All rights reserved.
Themes by Ex Templates Blogger Templates - Home Recordings - Studio Rekaman